Rabu, 28 Mei 2014

Hey Ladies, We’re more beautiful than we think!

     Ketika Anda percaya bahwa ada sesuatu di dalam diri yang harus di banggakan. Anda tidak boleh menutupi itu, keluarkanlah sebagaimana air mengalir dengan sendirinya. Wanita adalah anugerah Tuhan yang paling indah, Dia memiliki kelembutan yang tidak bisa di gambarkan oleh apapun. Namun, kebanyakan dari mereka tidak mensyukuri keindahan yang telah di berikan oleh-Nya. Pikirkan sekali lagi tentang keberadaan seseorang di sekitar kita, bukankah sebuah penilaian kecantikan berdasarkan apa yang di lihat seseorang di luar sana, bukan melainkan apa yang sering kita lihat sendiri di setiap hari?


Sumber : Diambil dari iklan Dove


     Hari ini, esok, dan seterusnya akan terasa indah bila kita melakukan kebaikan terhadap seseorang di luar sana. Bukankah bunga edelweis mempunyai umur yang abadi meski wujud tak sebanding bunga mawar/melati yang di asumsikan mempunyai nilai atau arti tertinggi dalam suatu makna? Tapi percayalah, jika kita menjadi edelweis selamanya kita akan terkenang dalam kebaikan. Meski kita tidak secantik mawar dengan harumnya, penilaian seseorang bukan berdasarkan apa yang di lihat, melainkan apa yang mereka rasa dalam hatinya.

     Hey wanita, mulailah dari sekarang berhenti menilai dirimu tidak mempunyai kelebihan. Setiap manusia berhak atas hak asasi manusianya dalam segala hal yang di inginkanya. Terkhususkan untuk wanita di Indonesia, ada suatu kecantikan yang sudah luntur sejak dulu, yaitu kecantikan dari dalam hati. Mulailah sekarang berbenah untuk sesuatu yang lebih berguna demi mendapatkan kebahagian yang setimpal. Karena wanita adalah lebih indah dari pada apa yang laki-laki pikirkan.


Minta komentarnya yaaa :)

Senin, 19 Mei 2014

Pewaris Kesabaran

Sangat tenang ritme nya
Seperti sunyi angin
Berhembus di lembah kasih
Perlahan mengikuti alur lajurnya

Hingga di masa itu
Aku terlelap di pangkuanmu
Kau usap keringat di dahiku
Kita berada di peraduan cinta

Di masa yang lain nya
Aku melihatmu tak mampu berdiri sendiri
Daya pandangmu tak sejelas dahulu
Bahkan ingatanmu tak sebaik dahulu

Benar... Kita teramat matang
Yang dulu hitam menjadi putih
Tepatnya lanjut usia
Takdir yang tak terpungkiri

Syukur bersama setiap nafasku
Kita wariskan paling berharga
Buah cinta kita dewasa
Kita saling bersandar

Aku menatap setiap keriputmu
Isi hatiku berteriak
Takkan mampu kehilanganmu

Kita bersama hingga kembali padanya



Karya : Adi Rizky
18 Mei 2014

Twitter contact : @adi_rizky

Kamis, 15 Mei 2014

Pecandu Rasamu


            Biarkan aku mengalir bersama rasa yang membangkitkan kita untuk bersama. Tentu aku sangat tahu perasaan itu seperti apa, aku hanya ingin rasa itu membingkai klasik dengan penuh makna nya. Dengan semua pergerakan itu, dengan semua kesamaan itu, dan dengan kelincahan kita dalam menciptakan sebuah kejadian. Aku mengharapkan rasa yang sangat luar biasa.

            Ku biarkan bibir ini terus menyebutmu lantang di dalam hati. Aku hanya ingin berucap diam, seolah aku memahami makna yang terselip di antara namamu yang indah itu. Detik-detik saat bersamamu terasa mematahkan apa arti keindahan bunga mawar, bahkan konotasi bintang yang menyerumpunkan penyinaran seolah kandas saat kamu ada di sampingku.

            Hadirkan aku dalam berjuta ceritamu, meski kita sama-sama mengetahui apa itu arti dari sebuah kebersaman, setidaknya kita membuktikan bahwa cinta tak harus memiliki, namun cinta adalah kata “kita” seutuhnya. Bukankah kebersamaan melahirkan sebuah kualitas dari terciptanya chemistry, atau terus mengandalkan probabilitas yang menggantungkan kita pada ikatan takdir. Jika aku dan kamu mempunyai harapan saat ini, aku harap; gantungkan harapan itu pada satu bintang dari berjuta rasi bintang lainnya, semoga kita bertemu pada titik rasi bintang itu. Entah aku jatuh pada bintang Aquarius atau Orion. Setidaknya kita sudah berusaha untuk mengikat arti kebersamaan.

            Kali ini aku hanyut dalam asmara cintamu. Daya magismu terus menular dengan cepat tanpa ada selah pemikat. Bisakah aku menuntut rinduku untuk lebur bersama api cinta ini. Seperti olokan pemantun syair dalam sebuah aksara, kalanya aku harus tidur bersama kata-kata manis yang sering aku siapkan untuk dirimu.

            Tunggu sampai berapa lama cinta kita yang telah di siapkan Tuhan. Aku bernaung doa pada pemahaman pikiran ini, terus menyisipkan kata “kita” yang memang terkadang tidak yakin. Bukankah memang yang tidak yakin pada akhirnya menjadi yakin? ; Bukankah yang tidak pernah bertemu pada akhirnya akan di pertemukan? ; Dan bahkan pula yang hilang rasa pada akhirnya akan di ciptakan rasa baru yang lebih hebat?
 
            Aku percaya Tuhan menciptakan ruang baru pada setiap manusia berdasarkan proporsisinya. Bukan terhadap keinginannya yang menggebu untuk di kabulkan, melainkan terhadap kebutuhannya. Seperti kata-Nya, hadirmu datang pada saat aku membutuhkan sosok pendamai hidup, pemerhati jalan, pecandu rasa, dan penikmat kejadian.

            Aku kini sejalan denganmu, bukan untuk pengemban visi & misi, melainkan memupuk rasa yang kita ciptakan sendiri. Dengan kedua tanganku atau dengan kesepuluh jariku, mustahil rasanya aku bisa berdiri dengan penuh tegak. Aku butuh kamu. Kenyataanya memang aku membutuhkan kamu. Unsur kebersamaan yang memupuk adanya rasa di antara kita.

            Tentang kesepuluh jariku dan jarimu, dapatkah kita sama rapatkan dalam satu genggaman. Aku ingin lebih memainkan perananku dalam tali kebersamaan ini. Kandasnya aku masih belum berani untuk memulai, dalam macam kenadala yang melibatkan aku pada perasaan yang terus memikat terhadapmu.
 
Hingga saat barat menutup sang tata surya
Aku selalu hinggap dalam pemisah mimpi kita
Dimana tentang Tuhan sebagai sarana perencana
Izinkan aku untuk memulai
           
             Jika aku dikatakan cukup beruntung berada di dekatmu sampai saat ini, itu mungkin karena Tuhan sedang menyusun tulang rusukmu dari tulang rusukku. Benar, itu hanya perumpamaan, atau memang benar adanya. Aku hanya masih merasa malu terhadap rasa yang aku sering pendam, di balik kediamanku dalam meng-eja namamu secara tulus, dapatkah seseorang melakukan itu? Mungkin hanya aku, yaaa hanya aku.
 
Dengarlah, jeritan hatiku yang mugkin sering kamu abaikan.

Senin, 07 April 2014

Sriwedari Pulau Dewata

        Aku mendasarkan daya pemikir ini untuk terjun langsung dalam harum hawa yang mungkin telah di siapkan-Nya. Seolah separuh sayap ini rapuh menghilang dalam jejak masa lalu yang terus menguliti nadi tanpa pengampunan. Aku mempercayai, ketika Tuhan memberikan sesuatu bukan untuk apa yang kita inginkan, melainkan apa yang kita butuhkan. Dan apabila suatu saat titipan itu pergi, setidaknya kita tidak pernah lupa bahwa pernah menggenggamnya meski tidak terlalu erat, pernah memeluknya meski kadang tak hangat dan pernah memilikinya meski terkadang melupakannya. Karena segala sesuatu yang kita cintai pada akhirnya akan hilang, maka belajarlah untuk memaknai keberadaannya dengan penuh syukur.

            Kesedihan yang aku jalani ini tidak berlangsung lama, setidaknya tidak perlu memasukan dasawarsa sebagai pengantarnya. Senja itu mengantarkan jejakku pada sebuah keputusan, tepatnya di kediaman Steve yang selalu hening akan suara. Dimana keberangkatan penerbanganku ke Bali segera di percepat, adalah Steve yang memperkenalkan aku pada pulau seribu pura itu. Aku begitu terkejut, entah sosok apa yang memaksa dia untuk memaksaku menemaninya ke Bali. Memang, seperti butiran telur ayam yang hampir tiap harinya menetas, begitulah tingkat perekonomian keluarga Steve yang selalu memanjakan kuantitas di banding kualitas. Aku sudah mengenal steve semenjak kita masih berumur 7 tahun, saat dia masih menggantungkan tempat minumnya di pelingkaran leher. Sesaat itu pula aku mengetahui bahwa Steve adalah turunan berkebangsaan Inggris.

“Sudahlah Lex... Sedihmu adalah semu yang melibatkan kamu pada titik penderitaan sekarang”.

“Apa maksudmu Steve?” ujarku yang masih terheran dengan kalimat sajakan itu.

“Aku memilihmu untuk menemaniku ke Bali, supaya kamu bisa melupakan dia yang telah berkali-kali menyakitimu, Lex!. Tujuan aku baik, mendapatkan kebahagian (Happiness) untukmu yang setidaknya lebih layak untuk di perjuangkan. Siapa tau juga kan, kamu dapat kenalan wanita Bali yang katanya begitu anggun. Hehehe...” jawab Steve yang sedang menyiapkan pakaiannya untuk lusa mendatang terbang ke Bali.

            Apa yang di katakan Steve ada benarnya juga. Kebahagian adalah modal terpenting untuk setiap senyuman. Kebahagiaan lebih dari sekedar senang-senang. Dan kebahagiaan adalah lembaran baru yang akan aku catat nantinya. Sebaiknya aku juga segera berkemas pulang, menyiapkan segala keperluan yang nantinya akan di perlukan. Pulau Dewata, I’m coming!

Mungkin bagi Steve sudah kesekian kalinya menginjakan kaki di pulau dewata ini. Namun bagiku, kali pertama jejak kaki ini menyentuh tanah Bali. Kesan tersendiri mambawa nama diri di hadapan ribuan jejak kaki yang telah melahirkan kenangan di pulau ini. Apakah aku yang selanjutnya dapat membukukan kenangan itu, atau kebahagian yang menggiring aku dalam buku kenangan baru.

            Entahlah, tanah Bali rasanya masih sulit untuk aku pelajari. Jangankan untuk mencari sriwedari, mencari alamat pun aku yakin tidak akan menemukannya. Setibanya kami di sebuah hostel, tidak lengkap rasanya memanjakan seluruh sendi yang sempat kaku akibat perjalanan jauh. Siang itu menunjukan terik yang begitu panas, sehingga membuat kedua kaki kami memaksa diam untuk tetap singgah.

“Lex... kita menginap di hostel ini hanya semalam saja. Besok aku akan mengajakmu ke tempat sriwedari nya pulau dewata”.

“Aku ikut apa katamu saja Steve, lagipula peranku disini hanya menemanimu saja”.

“What are you talking? Bali’s a place where happiness gather. let the wings grow back in this place”. Cakapan Steve yang fasih sekali dengan pronounce english.

            Pikiranku langsung bergegas, memaksa seluruh indera untuk segera bangkit dari sofa yang terus memanjakan tubuh. Tidak mungkin ada kelahiran kesenangan tanpa ada usaha di dalamnya, tidak menutup kemungkinan juga aku menemukan sayap yang sempat patah untuk segera bertumbuh.

            60 menit sudah aku berjalan kaki di sekitaran hostel kami bersinggah. Bali sungguh indah, tidak heran banyak wisatawan asing lebih mengenal Bali daripada Indonesia. Penerapan tiap sudut bangunannya sungguh di tata sangat baik. Yang lebih membanggakannya lagi, ribuan pura yang berumur sudah sangat tua masih di jaga dan di rawat dengan baik. Sebaiknya aku beristirahat sejenak, mungkin dengan minum coffee di cafe akan lebih menenangkan mata ini yang sudah sangat lelah. Kala itu aku duduk di sebuah sofa yang mengkaitkan antara warna putih dengan warna polkadot hitam. Tentu, ditemani kamera SLR yang selalu aku bawa kemanapun aku pergi. Sesaat beberapa menit aku sedang melihat foto, mata ini seakan mempunyai naluri untuk melihat sriwedari lain yang tersembunyi di balik sofa. Dia adalah bulatan mata yang tercipta sangat sempurna, senyumnya serupa mawar yang ingin tumbuh, bahkan harumnya semirip melati yang memagiskan seseorang untuk tetap diam.

Tuhan telah menciptakan setiap kejadian di setiap rencana-Nya yang paling indah. Tuhan telah mempersiapkan semuanya berdasarkan hal yang paling baik. Termasuk saat ini, ketika semua itu berlangsung sangat indah. Tidak memandang kemaluan yang tak hentinya terus mendorong tingkat panik ku pada saat itu.

“Hey... Bolehkah aku duduk di sofa ini, terlihat kita memang asing di antara banyak orang yang duduk dengan riang di cafe ini” Pintaku yang terlihat begitu gugup berhadapan dengannya.

“Tentu... Lagipula aku memang benar-benar sendiri di tempat ini. Tidak ada tujuan yang pasti aku singgah sementara di Bali, aku hanya ingin merasakan kebahagiaan. Just Happiness!” Balasnya yang cenderung murung seterpa langit berlapiskan hujan.

“Lihatlah edelweis yang bergerak statis di kanvas bunga itu. Meski dia ingin sekali menghirup udara bebas di luar sana, aku yakin dia tetap tersenyum dan memberikan keindahannya dengan apa yang dilakukannya sekarang”.

“Kamu ini seorang pujangga yang berasal dari turunan siapa? Hahaha !!! Bukankah umur edelweis sangat panjang? Bagaimana mereka bisa menahan kesedihan di masa yang sangat panjang?”

“Pertanyaanmu bak syair yang tidak beraksara. Hahaha !!! Hal istimewa apa yang menempatkan sesuatu dalam ruang kenyamanan? Kemungkinan dia tetap tinggal adalah cara yang terbaik untuk menemani edelweis satunya di ruang ini. Saat aku masuk di cafe ini, aku melihat 2 tangkai edelweis yang masih tegak sempurna tanpa ada kesedihan di antara keduanya.” Ucapku sambil melihat dia menuliskan sesuatu.

Saat purnama melihat sabit ingin muncul
Sesaat itu pula aku ingin bertemu denganmu lagi di lain kesempatan
Ketika cahaya pijar tiba-tiba meredup
Ketika itu pula Tuhan membiarkan kita menjauh
Windya Larasati

Pada saat itu aku berkomitmen untuk tetap lama singgah di Bali. Aku masih mempercayai ketika Tuhan menempatkan sosok wanita pada saat kita benar-benar membutuhkannya, bukan pada saat menginginkannya.

Keesokan harinya Steve mengajakku untuk pergi ke suatu tempat. The Bay Bali. Aku masih penasaran dengan tempat apa yang nanti akan aku kunjungi itu. Menurut Steve, tempat itu adalah sriwedarinya pulau Bali. Memang benar, ini adalah taman surga nya para traveller untuk benar-benar memanjakan diri di Pulau Bali.


              Aku sangat beruntung sekali mempunyai teman seperti Steve, tidak henti-hentinya Ia menawarkan kebaikan yang tidak pernah putus terhadapku. Entah dengan apa aku harusnya membalasnya kelak, setidaknya aku selalu ada di saat dia benar-benar membutuhkan ku. Itulah gunanya sahabat.

            Sore itu tidak menyurutkan semangat kami berdua untuk mengelilingi luasnya The Bay Bali ini, tidak lupa juga kami melahap kuliner yang katanya menjadi maskot di tempat ini. Adalah menu bebek bengil yang rasanya tidak di ragukan lagi. Aku hanya tertegun ketika melihat di sekitar ku terdapat lampu taman yang seketika menyala untuk menyambut malam.


            Malam pun tiba, puluhan cahaya lampu seakan membawa nyawa yang tidak ada hentinya terhadap malam. Aku beranggapan bintang tidak lagi membuktikan keperkasaannya di tempat ini, mataku hanya menunjuk pijar yang menjadi penerang di gelap malam.


           De opera, adalah langkah selanjutnya aku melangkahkan kaki di The Bay Bali, inilah sriwedari yang sesungguhnya. Taman surga yang sangat indah. Tidak ada daya magis yang terlihat disini, ini hanya tentang langkah yang menuaikan pekik kebahagiaan. Terima kasih Tuhan, engkau telah menempatkan aku di tempat yang istimewa ini.

            Dan sekali lagi, Tuhan menunjukan langkah yang sangat istimewa. Mata bulat nan indah dan senyum yang bisa menghidupkan mawar yang sudah layu itu kembali datang di hadapan ku saat ini. Tepat di 90 derajat ke kiri arah ku berdiam sekarang. Ini sungguh mustahil, sangat mustahil!!! Menuaikan tanda tanya terbesar tentang rencana Tuhan yang terkadang tidak masuk akal. Tak butuh waktu lama juga aku segera mendekatinya.

“Windya Larasati?” sapa ku yang masih ragu-ragu dengan keberadaanya.

“Aku masih tidak percaya, bahwa sabit memang benar-benar ingin muncul di malam ini dan menggantikan purnama. Mungkin Tuhan telah merencanakan ini semua” jawab Windya yang masih mengingat sepotong surat itu.

“Selamat malam. Selamat menikmati malam yang indah ini. Aku percaya, ribuan pijar ini adalah nyawa dari edelweis yang sengaja kita bicarakan waktu itu. Kali ini aku tidak akan melepaskan dirimu secepat air menyurutkan api, aku benar-benar ingin memahami dirimu lebih jauh. Aku Alex, bukan turunan Bali, aku hanya pendatang disini yang ingin merasakan kebahagiaan sama sepertimu” Tegasku sambil memegang minuman di jembatan yang penuh dengan pijar itu.

“Okay... I’m not going to go away. Disini aku hanya menemani Ayahku yang sedang mengadakan meeting dengan para karyawannya. Kebetulan kamu datang di saat yang benar-benar aku butuhkan, aku kesepian di tempat ini. Kalau tidak keberatan, aku ingin mengajakmu besok sore untuk makan bersama denganku”

            Ini kali pertama lagi aku merasakan cinta. Tidak dapat membayangkan lagi ketika seseorang di hadapkan pada cinta yang benar-benar mereka butuhkan. Aku benar-benar mengaguminya saat itu, terasa aku ingin benar-benar berjuang. Jika memang pada saatnya itu tiba, tidak akan aku lupakan bahwa Bali adalah Pulau yang saat indah untuk selalu aku kenang.


Ibarat biji coffee yang bila di diamkan lama akan mempunyai kualitas yang sangat baik. Selama itulah hubungan aku dan dia kini sudah menjadi kita. Sriwedari Bali yang telah mengatarkan kita sampai saat ini. Tuhan telah menempatkan dan merencakan individunya dalam dimensi yang sangat indahnya. Jika hari ini kita merasakan sakit, jangan pernah perpanjang rasa kesakitan itu berlanjut, karena Tuhan telah mempersiapkan rencana yang luar biasa di depan.

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali & Get discovered! (dengan tulisan The Bay Bali yang di link ke website: www.thebaybali.com). 

Rabu, 26 Maret 2014

I Miss You Wherever You Are, Mom!

         Bahkan se-peti cokelat tidak mampu merangkul semua daya tahan tubuh di raga ini, segelintir dukungan penuh dari sahabat sekitar takkan mampu menggantikan itu, atau caffein yang terus menyebar di seluruh tubuh ini takkan bisa menghilangkan perspirasi yang cinderung menghabiskan seluruh pemikiran.

Aku merindukan dukungan dari mu, Ibu!

             Dimana pun aku berada, di dimensi mana engkau mendekap hangat tubuh ini. Aku sangat merindukanmu. Ingin aku membuahkan rasa rindu ini menjadi buah yang sangat manis untuk di jadikan perbincangan. Sekali lagi, aku sangat merindukanmu!

            Di balik semua tugas dan tanggung jawab sebagai mahasiswa/i akan tentu memikul beban berat dari sebuah kesuksesan. Namun, semua dayaku takkan berarti tanpa dukunganmu, Ibu!

            Kini aku melemah, upaya ku tak berhasil dalam menjalankan inspirasi yang sudah terlintas di dalam benak. Aku meminta maaf kali ini kepadamu, Ibu! Saat ini aku tidak bisa menjadi seekor ikan yang tidak bisa hidup di perairan mana saja. Daya magis ku entah mengapa menghilang ketika aku sangat merindukan dekapan dan dukunganmu.

Tuhan, leburkanlah rindu ini menjadi satu

            Andai engkau berada di dekatku sekarang, kemungkinan besar aku takkan melepaskan pelukan hangat yang sering kau perlihatkan padaku saat aku masih kecil. Mengingat jasa mu yang takkan pernah terbayar sepanjang aku hidup di dunia ini, aku hanya bisa membayangkan untuk bisa membahagiakanmu kelak.

            Dan akupun tidak akan pernah lupa, kata-katamu yang selalu berpegang teguh pada quote Thomas Alva Edison. “Genius is one percent inspiration, and ninety-nine percent perspiration”.Semuanya yang didasarkan pada ketekunan, kesabaran, keteguhan dan komitmen atas apa yang dipercayanya akan dapat diraih.

            Meski aku terkadang tidak merasakannya, aku selalu percaya bahwa engkau terus mendoakan dan memeluk erat tubuh ini dalam kerinduan yang begitu amat maya. Tuhan selalu mempunyai cara khusus untuk mempertemukan rindu dalam sebuah ruang dimensi. Bila memaknai sesuatu, jadikanlah itu sebuah dorongan untuk bisa menghasilkan apa yang tidak pernah terbayang sebelumnya.

Selasa, 11 Maret 2014

Pembentuk Rasa

                Terasa sekali aku ingin bermain rasa ke arah barat, menghela jutaan rindu terhadapmu yang masih menghamba pada sosok timur. Atau takdir ini yang menetapkan aku harus berjalan ke selatan, supaya bertemu dengan penerang rasa yang takkan pernah redup oleh letupan kemunafikan.

                Akan ku rajam hati ini tanpa sedikit pengampunan, terasa hati ini mati dan beku tanpa sebuah keindahan. Kataku, “Jika ku ayak jala ikan, apa aku mampu mendapat yang terbaik dari pulahan ikan yang aku dapat”. Meski dalam notasi pemisahan rasa yang aku sering pinggirkan, aku ingin mencoba lagi. Bagaimana bisa bermain rindu yang tidak akan pernah habis aku ciptakan sendiri.


Aku bukan pengrajin kata. Aku bukan penghias nalar cinta. Aku bukan penikmat cerita.
Aku pembias usaha. Aku ingin menjadi kamu penyatu rasa.


                Kala suhu menyambut petang di sore itu. Luapan rasa ini tak kuasa terbendung lagi, dengan penuh ambisinya, aku ingin mencoba nya tanpa sesekali melawan rasa ego ini yang terus menyautkan namamu. Aku pengagum keindahanmu, akan ku tempatkan nada terindah dalam kata yang telah terbentuk dalam pesona bayang.


                Kali ini aku berambisi menaklukan rasa mu. Rasa kita yang akan terbentuk. Dari mana aku akan memulainya? Tanpa sudut kata yang jelas, aku memberanikannya. Akan ku buat senja itu membawa pelangi di antaranya. Akan ku buat petang itu bermakna senyuman di saat hari akan bermulai. Bisakah aku menanam rasa ini dari sekarang? Supaya aku tahu bagaimana caranya menjadi mawar yang indah itu seperti apa.

Selasa, 04 Maret 2014

Mencintaimu Tanpa Rasa

Sekembar biru melampau batas rindu
Merpati terbang hingga membibit rasa dari sanubari
Hadirmu merupakan cara terbaik dari Tuhan
Lantas, mengapa kini mawar ingin tumbuh dengan keindahannya
Mungkin.....
Tuhan menempatkan sayap yang terpisah dengan berjuta pertanda-Nya

Jika bibir membisu dengan perolehan gerak
Pengandaian namamu semakin semerbak dalam hinggapannya
Anjungkan tiap detik dalam per menit
Di situ aku akan masuk bersama dengan rasa baru

Tanpa senyummu,
Mungkin malam takkan indah tanpa bulan dan bintang
Ku butakan seluruh indera ku,
Agar aku tahu bagaimana mencintaimu tanpa rasa

Rabu, 22 Januari 2014

Cinta Dalam Imajinasi

Untuk sebuah nama yang mengukir tanpa sedikit celah di pemikiran. Maaf telah meminjam wujud perasaan yang mungkin telah terselip di antara nama-nama mereka yang sudah siap untuk di nomor satukan. Bagaimana aku bisa mendapatkan jarak yang terpisah ini, sementara rasa tentang kepekaan dirimu mungkin belum bisa kamu rasakan. Atau kecerobohan pemikiran-pemikiran bodoh ini, yang masih menjadi pertanyaan besar tentang kesendirian di tiap hari.

Terima kasih untuk dirimu yang telah melengkapi cinta yang baru terlahir ini. Tanpa penjelasan apapun, seakan mulut ini membungkamkan bibir yang ingin berkata bahwa kehadiranmu mampu menaklukan sunyi menjadi kemerlap cinta di antara pelatar bayang. Meski perasa ini belum mampu menjadi hal yang luar biasa, raga ini seakan menjawab dekapan tubuhmu mampu merapatkan semua jari-jariku tepat di atas jari-jarimu.

Andai kita bisa menciptakan dunia sendiri dalam imajinasi yang sering kita buat tanpa awalan yang jelas, mungkin aku dan kamu adalah alasan bagaimana matahari tidak bosan-bosannya menyinari kehangatan di pagi hari.

“Hey kamu... sudahkah kamu merasakan kepekaan dari putaran kenangan yang sering tercipta?”

            Bolehkah aku untuk memulai, atau  bagaimanakah rasa yang sering hati degupkan ini bisa menjadi cinta yang sangat luar biasa. Lalu, mengapa kini engkau masuk dalam hati kecil ini sebagai cinta baru yang terlahir sempurna? Adakah kamu mempelajari setiap gerakan kesedihanku, jika aku sewaktu-waktu hanya benar-benar merasakan kesendirian.

            Cinta dalam imajinasi. Seperti kelahiran seekor katak yang banyak memakan proses. Meski dalam waktu yang lama, ku harap cinta yang baru terlahir ini adalah cinta yang tidak akan ada berakhirnya. Aku begitu lelah, ketika cinta di pertemukan namun akhirnya di pisahkan. Pemikir ini begitu jenuh, ketika cinta yang di lahirkan namun berakhir dalam sekejap mata.

            Jangan berharap cinta yang mengerti kita. Harapkanlah rasa yang sudah kita persiapkan ini sebagai dasar darimana kita melahirkan sebuah cinta. Cinta tidak akan pernah mengerti, kita yang menentukan cinta. Ciptakanlah cinta dalam imajinasi, bukan dalam kenyataan. 

Sabtu, 11 Januari 2014

Membaca Tanda-Tanda

Karya: Taufiq Ismail
1982

Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas
dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari kita

Ada sesuatu yang mulanya
tak begitu jelas
tapi kini kita mulai merindukannya

Kita saksikan udara
abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau
yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil
tak lagi berkicau pagi hari

Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan
hutan

Kita saksikan zat asam
didesak asam arang
dan karbon dioksid itu
menggilas paru-paru

Kita saksikan
Gunung memompa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir membawa air

air
mata

Kita telah saksikan seribu tanda-tanda
Bisakah kita membaca tanda-tanda?

Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu

Allah
Ampuni dosa-dosa kami

Beri kami kearifan membaca
Seribu tanda-tanda

Karena ada sesuatu yang rasanya
mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari

Karena ada sesuatu yang mulanya
tak begitu jelas
tapi kini kami
mulai
merindukannya.

Kamis, 02 Januari 2014

Selamat jalan teman.....

          Siapa yang pernah tahu panggilan maut yang sebenarnya memang sudah di tetapkan dalam kuasa-Nya. Dalam diri masing-masing, sebenarnya apa yang kita patut sombongkan? Kita semua tahu apa yang tercipta di dunia ini, akan kembali kepada-Nya. Di pandangan mata-Nya, kita semua sama. Di dekapan kehangatan-Nya, kita semua merasakan itu.

          Tidak pernah terduga sebelumnya saat kita masih tersenyum dan tertawa bersama-sama di kala kesempatan membuahkan kenangan termanis, saat kau masih terlihat gagah di Sekolah Menengah Atas yang kita cintai dulu. I can’t believe it!!!!

          Di tanah rantau (Yogyakarta) kau melafalkan cita-citamu setinggi langit, tentu untuk membahagiakan orang tuamu. Jika mereka menanyakan kabarmu dari kejauhan selama 2 tahun lebih ini, mungkin kau selalu menjawab dengan nada lembut "Aku baik-baik saja". Meski pada akhirnya kau tergeletak lemah di dalam kamar yang dimana Malaikat sedang membawa nyawamu kembali kepada-Nya.

          Tuhan selalau mempunyai rencana di balik kuasanya yang begitu amat maya untuk kita jabarkan. Bahkan sesosok Malaikat pun tidak akan pernah tahu tentang takdir yang Tuhan selalu sembunyikan. Dalam jangka 3 tahun kita membuat kenangan di SMA, secepat itu pula kau pergi tanpa membekaskan tanda tanya besar untuk pergi ke alam yang begitu tenang di alam surga. Jika ini memang rencana yang terbaik, mohon Tuhan :

Jagalah dia dalam dekapan-Mu yang paling hangat

Berilah setiap nafas yang paling nyaman di sisi-Mu yang paling mulia

Hiburlah dia dalam kedamaian surga yang paling indah

Perpanjanglah massa senyum dan tawanya, karena kita semua tahu hal yang paling indah menurut dia adalah membuat semua orang tertawa dengan candaannya.





Zulfikar Yogaswara
11 Januari 1993 - 1 Januari 2014


Sampai dimana kita lelah menghela nafas
Sesaat itu pula kita pulang dengan kedamaian
Tuhan lambat laun akan memanggil kita lebih cepat
Bahkan di banding segala apapun yang tercepat di dunia ini
Di balik sebuah nama, akan terselip sebuah takdir kematian yang sudah di siapkan
Di balik semua kelahiran kenangan, senyum dirimu lah yang telah mewarnai kita semua di waktu Sekolah Menengah Atas
Beristirahatlah dengan tenang teman, Allah selalu menyayangi umatnya yang menghamba pada-Nya