Senin, 24 April 2017

Penikmat senja

Lagi-lagi senja menenggelamkan matahari, menutup terang hingga gelap mempunyai sinar sendiri. Pukul 17:17, pada angka itu arlojiku memperingatkan. Gerak langkah kaki ini mulai berpadu, menikmati warna cahaya langit yang tampak dalam spektrum cahaya. Ketika langit yang berwarna merah, perlahan menjadi jingga, hingga kuning akan berwarna hijau, dan cahaya langit itu semakin melemah dengan memperlihatkan warna biru menjadi ungu.
Aku dapat merasakannya, ketika matahari hampir terbenam. Hamburan frekuensi cahaya yang sangat rendah dapat terlihat dengan mata telanjang. Cahaya langit yang terpolarisasi itu, membuat hariku selalu dapat menikmati senja ditiap sorenya ke arah Barat. Aku pun tidak bisa membayangkan jika suatu hari nanti arah senja akan berganti ke arah Timur, dapatkah matahari akan muncul di esok harinya?
Diruang manapun, disudut apapun, senja menghadirkan cahaya yang siap untuk mereka sambut, termasuk aku. Tentang filosofi senja; sebuah pertemuan yang diakhiri tanpa perpisahan. Senja selalu berjumpa sapa disetiap pertemuan, namun adakah upaya senja untuk menunjukan perpisahan? Atau setidaknya mengharapkan senyum yang sekedar melekat dalam bayang?
Bila sebuah senja dapat mempertemukan kedua entitas yang tidak mungkin dipertemukan, mengapa senja ada diantara bagian malam dan pagi? Apa mereka yang menghias di langit hanya menjadi pelengkap? Jika aku dan kamu adalah bagian dari senja, lalu siapa yang menjadi bintang di malam hari dan pelangi di pagi hari? Atau aku dan kamu adalah yang siap untuk menjadi pelengkap langit sebelum akhirnya dipertemukan? Lalu hanya menjadi seperti mereka yang masih mencari letak senja, sebab senja adalah transisi antara realita dan mimpi. Senja dapat mempertemukan antara dua manusia, menciptakan keabadian kepada dua cerita yang berbeda. Karena suatu saat senja adalah matahari yang akan merindukan rembulan ataupun rembulan yang merindukan cahaya matahari. Saat senja itu menghilang, aku hanyalah diorama kecil dalam ruang terbatas yang mencari dirimu yang hilang bersama malam dan pagi.
Jika masih menjadi pelengkap, aku membiarkanmu tetap menjadi bintang yang menyinari malam hari, tidak seperti sinar bulan yang hanya meminjam cahaya besarnya dari matahari. Atau aku membiarkan kamu tetap menjadi pelangi yang menghias pagi setelah hujan tiba, biarkan aku menangis dengan ritme yang sangat deras, agar mereka melihat keindahan pelangi setelah rintihan hujan tiba, yaitu kamu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar