Senin, 30 Maret 2015

Mempersiapkan Diri Setelah Lulus Kuliah

         Cara terbaik menanggapi pernyataan seperti ini adalah bagaimana kita mampu membuat sebuah pola yang terbungkus secara rapih untuk masa depan, tentunya setelah lulus S1. Problematika Mahasiswa/I jaman sekarang bila dilingkupkan dalam sebuah pola menurut teori saya, terdapat tiga ruang pola, yaitu: pola nyaman, pola jenuh, dan pola kesempurnaan. Ketiga pola ini dari hari ke hari bentuknya semakin realistis.

      Bagi seorang Mahasiswa/I berada di titik nyaman terkadang membosankan, kebanyakan dari mereka ingin membuat suatu “gebrakan” namun hanya sekedar berucap, tidak ingin tahu cara mengimplentasikannya untuk di publish ke hal layak. Bagaimana bila suatu “gebrakan” itu mampu diterapkan secara baik oleh seorang Mahasiswa/I? Tentu hal gila itu akan menjadi awal buah kesuksesan untuk masa depan. Saya sering membaca berbagai macam artikel mengenai kesuksesan yang diraih secara luar biasa di usia muda, suatu pencapaian yang bisa dinilai sempurna oleh kedua orang tuanya, buah dari suatu kesuksesan bagi mereka tentunya adalah kerja keras, ketekunan, dan berdoa.

Berikutnya ruang pola yang kedua, yaitu pola jenuh. Bagi saya pribadi pola ini butuh daya tahan diri yang sangat kuat, misalnya moral yang harus dilatih secara baik. Tidak jarang pula seorang Mahasiswa/I frustasi dengan rutinitas perkuliahan yang berlangsung disetiap hari. Selain kegiatan yang dilakukan secara monoton, mahasiswa/I dituntut untuk bisa belajar atau bekerja secara mandiri. Secara personal, dengan pola jenuh ini saya menanggapi dengan sikap yang sangat tenang. Dalam hidup, rasa jenuh pasti akan selalu muncul, tinggal bagaimana kita menghadapi tekanan dalam situasi sulit tersebut. Tapi setelah kita melewati fase jenuh ini kita akan menemukan dimana pola kesempurnaan itu akan muncul.

Pada pola kesempurnaan. Inilah pola yang sangat diimpikan oleh banyak Mahasiswa/I. Apa tujuan dalam menjalani perkuliahan? Tentunya mendapat ilmu dan mencapai gelar sarjana yang diimpikan, memakai toga hingga mampu membuat senyum kedua orang tua terlihat sangat bangga. Tapi setelah lulus dari perkuliahan, apa yang mampu kita capai untuk dunia yang sebenarnya? Pertanyaan besar ini muncul ketika kita yang mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk bersaing dengan ribuan mahasiswa/I. Ingin menjadi seperti apa kita? Ingin berguna untuk siapa kita? Mampukah kita mewujudkan mimpi-mimpi yang dulu di khayalkan secara berandai?

Berbisnis. Itulah yang berkali-kali saya coba putar dan rekam di dalam pemikiran sederhana saya. Impian terbesar saya, membuka banyak lapangan pekerjaan untuk orang lain yang membutuhkan. Tentunya butuh modal yang cukup besar untuk membuat suatu ide gila saya dalam menjalankan bisnis itu, pertanyaan terbesar itu adalah bagaimana mencari modal yang cukup besar itu? Nah, begini. Sistem yang akan coba saya terapkan adalah mampu menargetkan untuk usia kesuksesan itu di range 35tahun keatas. Di usia itu, sebelumnya saya berusaha bekerja di suatu perusaahan untuk menabung dan mengumpulkan modal demi usaha yang nanti akan saya rintis dengan perlahan dari bawah. “Tidak akan ada suatu usaha yang sia-sia jika kita mampu bekerja dengan giat dan mampu mengolahnya dengan baik.”

Setelah lulus perkuliahan dengan gelar Sarjana, sebisa mungkin saya bekerja di suatu perusahaan dengan hasil keringat dan kerja keras saya sendiri. Bilamana panggilan itu masih belum berpihak kepada saya, sehari-hari saya akan menghabiskan waktu dengan giat melatih tata cara penulisan sebuah novel. Ya, tergolong bertolak belakang dengan dunia Sistem Informasi jika harus di bilang. Apa yang mempengaruhi saya dalam dunia sastra adalah karena kegilaan saya dalam membaca, baik membaca koran, majalah, novel, hingga artikel apapun. Lambat laun saya semakin tertarik dengan dunia penulisan, bagi saya sebuah “kata” mempunyai arti yang cukup dalam bila ditekankan pada suatu kondisi. Kata di analogikan seperti dentingan lantunan musik, hari-hari bila tidak ada kata merupakan awalan ambigu untuk memulai hari.

Kesimpulannya adalah bagaimana kita mencintai secara tulus pekerjaan yang nanti akan kita kerjakan. Jika kita harus melihat “salary”, itu tidak akan pernah ada habisnya. Uang selalu menjadi awal dari kehancuran sebuah kepuasan diri.  Pilihlah pekerjaaan yang sesuai dengan hati kita, hobi kita, bukankah sebuah hobi yang bisa di bayar adalah pekerjaan yang paling indah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar