Cara terbaik
menanggapi pernyataan seperti ini adalah bagaimana kita mampu membuat sebuah
pola yang terbungkus secara rapih untuk masa depan, tentunya setelah lulus S1.
Problematika Mahasiswa/I jaman sekarang bila dilingkupkan dalam sebuah pola
menurut teori saya, terdapat tiga ruang pola, yaitu: pola nyaman, pola jenuh,
dan pola kesempurnaan. Ketiga pola ini dari hari ke hari bentuknya semakin
realistis.
Bagi seorang
Mahasiswa/I berada di titik nyaman terkadang membosankan, kebanyakan dari
mereka ingin membuat suatu “gebrakan”
namun hanya sekedar berucap, tidak ingin tahu cara mengimplentasikannya untuk
di publish ke hal layak. Bagaimana
bila suatu “gebrakan” itu mampu
diterapkan secara baik oleh seorang Mahasiswa/I? Tentu hal gila itu akan
menjadi awal buah kesuksesan untuk masa depan. Saya sering membaca berbagai
macam artikel mengenai kesuksesan yang diraih secara luar biasa di usia muda,
suatu pencapaian yang bisa dinilai sempurna oleh kedua orang tuanya, buah dari
suatu kesuksesan bagi mereka tentunya adalah kerja keras, ketekunan, dan
berdoa.
Berikutnya ruang
pola yang kedua, yaitu pola jenuh. Bagi saya pribadi pola ini butuh daya tahan
diri yang sangat kuat, misalnya moral yang harus dilatih secara baik. Tidak
jarang pula seorang Mahasiswa/I frustasi dengan rutinitas perkuliahan yang
berlangsung disetiap hari. Selain kegiatan yang dilakukan secara monoton,
mahasiswa/I dituntut untuk bisa belajar atau bekerja secara mandiri. Secara
personal, dengan pola jenuh ini saya menanggapi dengan sikap yang sangat
tenang. Dalam hidup, rasa jenuh pasti akan selalu muncul, tinggal bagaimana
kita menghadapi tekanan dalam situasi sulit tersebut. Tapi setelah kita melewati
fase jenuh ini kita akan menemukan dimana pola kesempurnaan itu akan muncul.
Pada pola
kesempurnaan. Inilah pola yang sangat diimpikan oleh banyak Mahasiswa/I. Apa
tujuan dalam menjalani perkuliahan? Tentunya mendapat ilmu dan mencapai gelar
sarjana yang diimpikan, memakai toga hingga mampu membuat senyum kedua orang
tua terlihat sangat bangga. Tapi setelah lulus dari perkuliahan, apa yang mampu
kita capai untuk dunia yang sebenarnya? Pertanyaan besar ini muncul ketika kita
yang mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk bersaing dengan ribuan
mahasiswa/I. Ingin menjadi seperti apa kita? Ingin berguna untuk siapa kita?
Mampukah kita mewujudkan mimpi-mimpi yang dulu di khayalkan secara berandai?
Berbisnis.
Itulah yang berkali-kali saya coba putar dan rekam di dalam pemikiran sederhana
saya. Impian terbesar saya, membuka banyak lapangan pekerjaan untuk orang lain
yang membutuhkan. Tentunya butuh modal yang cukup besar untuk membuat suatu ide
gila saya dalam menjalankan bisnis itu, pertanyaan terbesar itu adalah
bagaimana mencari modal yang cukup besar itu? Nah, begini. Sistem yang akan
coba saya terapkan adalah mampu menargetkan untuk usia kesuksesan itu di range 35tahun keatas. Di usia itu,
sebelumnya saya berusaha bekerja di suatu perusaahan untuk menabung dan
mengumpulkan modal demi usaha yang nanti akan saya rintis dengan perlahan dari
bawah. “Tidak akan ada suatu usaha yang
sia-sia jika kita mampu bekerja dengan giat dan mampu mengolahnya dengan baik.”
Setelah lulus
perkuliahan dengan gelar Sarjana, sebisa mungkin saya bekerja di suatu
perusahaan dengan hasil keringat dan kerja keras saya sendiri. Bilamana
panggilan itu masih belum berpihak kepada saya, sehari-hari saya akan
menghabiskan waktu dengan giat melatih tata cara penulisan sebuah novel. Ya, tergolong
bertolak belakang dengan dunia Sistem Informasi jika harus di bilang. Apa yang
mempengaruhi saya dalam dunia sastra adalah karena kegilaan saya dalam membaca,
baik membaca koran, majalah, novel, hingga artikel apapun. Lambat laun saya
semakin tertarik dengan dunia penulisan, bagi saya sebuah “kata” mempunyai arti
yang cukup dalam bila ditekankan pada suatu kondisi. Kata di analogikan seperti
dentingan lantunan musik, hari-hari bila tidak ada kata merupakan awalan ambigu
untuk memulai hari.
Kesimpulannya
adalah bagaimana kita mencintai secara tulus pekerjaan yang nanti akan kita
kerjakan. Jika kita harus melihat “salary”,
itu tidak akan pernah ada habisnya. Uang selalu menjadi awal dari kehancuran
sebuah kepuasan diri. Pilihlah
pekerjaaan yang sesuai dengan hati kita, hobi kita, bukankah sebuah hobi yang
bisa di bayar adalah pekerjaan yang paling indah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar